JAKARTA (Arrahmah.id) - Nama mendiang Helmud Hontong kembali dikenang publik sebagai sosok pemimpin daerah yang berani pasang badan demi kelestarian lingkungan.
Wakil Bupati Kepulauan Sangihe periode 2017–2022 itu dikenal luas karena sikap tegasnya menolak rencana pertambangan emas di wilayah kepulauan perbatasan Indonesia–Filipina.
Helmud Hontong lahir di Mahengetang, Sulawesi Utara, pada 9 November 1962.
Politikus Partai Golkar ini mendampingi Bupati Jabes Ezar Gaghana selama masa jabatannya.
Di mata masyarakat, Helmud dikenal sebagai pemimpin yang dekat dengan rakyat kecil serta konsisten menyuarakan perlindungan ekosistem laut dan darat Kepulauan Sangihe, yang menjadi tumpuan hidup warga setempat.
Julukan “Pejuang Lingkungan” melekat pada diri Helmud bukan tanpa alasan. Ia tercatat pernah mengirimkan surat resmi kepada pemerintah pusat, termasuk Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), untuk meminta pembatalan izin tambang emas di wilayah Sangihe.
Dalam surat tersebut, Helmud menegaskan kekhawatirannya bahwa aktivitas pertambangan akan merusak ekosistem kepulauan yang rapuh serta mengancam sumber daya alam yang selama ini menopang kehidupan masyarakat lokal.
Sikap berani Helmud itu menuai dukungan dan apresiasi dari berbagai kalangan, termasuk aktivis lingkungan nasional. Banyak pihak menilai, penolakan tambang yang ia suarakan merupakan bentuk keberpihakan terhadap masa depan lingkungan dan generasi Sangihe.
Kematian Helmud Hontong pada 9 Juni 2021 sempat menggemparkan publik dan memunculkan berbagai spekulasi. Helmud menghembuskan napas terakhirnya di dalam pesawat pada penerbangan rute Denpasar–Makassar.
Di tengah perjalanan, kondisinya dilaporkan menurun drastis hingga tidak sadarkan diri. Setibanya di Bandara Sultan Hasanuddin, Makassar, tim medis yang telah bersiaga menyatakan Helmud telah meninggal dunia.
Mengingat perannya yang vokal menentang tambang emas, sebagian masyarakat sipil sempat mendesak adanya pengusutan mendalam dan mengaitkan kematiannya dengan aktivitas politik serta sikap kritisnya terhadap tambang.
Namun, aparat kepolisian bersama tim medis melakukan autopsi secara menyeluruh untuk memastikan penyebab kematian.
Hasil pemeriksaan medis dan autopsi menyimpulkan tidak ditemukan unsur kekerasan maupun racun dalam tubuh Helmud Hontong.
Ia dinyatakan meninggal dunia akibat faktor medis atau penyakit yang dideritanya, bukan karena tindak kriminal.
Meski telah berpulang, jejak perjuangan Helmud Hontong dalam menjaga kelestarian alam Kepulauan Sangihe tetap dikenang.
Sikap tegasnya menolak eksploitasi lingkungan dinilai menjadi warisan moral dan inspirasi bagi gerakan perlindungan lingkungan, khususnya di Sulawesi Utara dan wilayah kepulauan Indonesia.
(ameera/arrahmah.id)
