GAZA (Arrahmah.id) - Kementerian Dalam Negeri Afrika Selatan mengumumkan pembatalan bebas visa masuk selama 90 hari bagi warga Palestina, sebagai langkah untuk menghadapi upaya “pengungsian sukarela” yang diterapkan oleh pendudukan 'Israel' terhadap warga Palestina di Jalur Gaza.
Dalam pernyataan yang dirilis pada Ahad (7/12/2025), kementerian tersebut menjelaskan bahwa hasil investigasi yang dilakukan oleh unit intelijen nasional mengungkap adanya penyalahgunaan yang disengaja dan berkelanjutan terhadap fasilitas bebas visa 90 hari yang diberikan kepada pemegang paspor Palestina. Penyalahgunaan ini dilakukan oleh pihak-pihak 'Israel' yang terkait dengan upaya memaksa warga Palestina melakukan “pengungsian sukarela” dari Gaza.
Pernyataan itu menyebutkan bahwa pembebasan visa 90 hari bagi warga Palestina akhirnya dicabut untuk mencegah pelanggaran-pelanggaran semacam itu.
Kementerian mengungkapkan bahwa 153 warga Palestina telah dikeluarkan dari tanah Palestina tanpa adanya cap keluar pada paspor mereka. Mereka kemudian diterbangkan ke Johannesburg dengan pesawat sewaan khusus pada 13 November lalu.
Menurut pernyataan tersebut, para warga Palestina itu tidak diterbangkan melalui penerbangan komersial biasa, melainkan melalui perantara. Sebagian besar penumpang hanya diberikan tiket sekali jalan menuju Afrika Selatan, tidak diizinkan membawa bagasi, dan hanya diperbolehkan membawa dolar Amerika serta kebutuhan pokok.
Kementerian menegaskan bahwa kumpulan faktor-faktor ini menunjukkan dengan jelas adanya pihak eksternal yang memanfaatkan fasilitas bebas visa ini untuk tujuan yang bertentangan dengan maksud awalnya.
Pernyataan itu juga menambahkan bahwa permohonan suaka dari 153 warga Palestina yang dibawa ke Afrika Selatan akan diproses sesuai prosedur yang berlaku. Mereka yang tidak mengajukan permohonan suaka masih dapat memanfaatkan fasilitas bebas visa 90 hari tersebut.
Sebelumnya, surat kabar 'Israel' Haaretz mengungkap bahwa pihak yang berada di balik penerbangan-penerbangan mencurigakan menuju Afrika Selatan adalah sebuah lembaga yang dipimpin oleh seseorang yang memegang kewarganegaraan 'Israel' dan Estonia. Lembaga tersebut ternyata merupakan kedok dari perusahaan konsultan yang terdaftar di Estonia.
Penerbangan-penerbangan ini berlangsung di tengah pernyataan berulang dari para menteri dalam pemerintah 'Israel' mengenai “gagasan pemindahan warga Palestina dari Gaza”, sebuah sikap yang dipandang oleh Afrika Selatan sebagai bagian dari tindakan genosida yang dituduhkan kepada 'Israel' di Mahkamah Internasional (ICJ), berdasarkan gugatan yang diajukan pada akhir 2023. (zarahamala/arrahmah.id)
