GAZA (Arrahmah.id) - Situasi kemanusiaan di Jalur Gaza semakin memburuk dengan cepat seiring meningkatnya jumlah korban jiwa akibat cuaca dingin ekstrem dan banjir. Sumber-sumber rumah sakit di Gaza melaporkan sedikitnya 14 orang, termasuk tiga anak, meninggal dunia akibat gelombang udara dingin. Sementara itu, lebih dari 15 rumah dilaporkan runtuh di Gaza City dan wilayah Gaza utara sejak badai Biron mulai melanda wilayah tersebut.
Pertahanan Sipil Gaza menyatakan bahwa tim penyelamat masih melakukan pencarian korban selamat setelah sebuah rumah runtuh di lingkungan Sheikh Radwan, sebelah barat Kota Gaza, akibat hujan deras. Enam orang yang berada di dalam rumah tersebut dipastikan tewas.
Koresponden Al Jazeera juga melaporkan runtuhnya sebuah bangunan hunian bertingkat di kawasan proyek Beit Lahia, Gaza utara. Tidak ada korban luka yang dilaporkan dalam insiden tersebut.
Dalam kejadian terpisah, tim penyelamat dan pertahanan sipil mengevakuasi jenazah empat warga Palestina, termasuk dua anak-anak, setelah sebuah rumah runtuh di wilayah Bir al-Na’ja, Gaza utara.
Sumber medis di Rumah Sakit Al-Shifa, Kota Gaza, mengonfirmasi kematian dua anak akibat paparan udara dingin. Kedua korban diidentifikasi sebagai bayi bernama Tim Al-Khawaja dan seorang anak bernama Hadeel Al-Masri, yang meninggal di Kamp Al-Shati dan di dalam tempat penampungan pengungsi di sebelah barat Kota Gaza.
Sementara itu, Wali Kota Khan Younis sekaligus Wakil Ketua Persatuan Pemerintah Kota di Jalur Gaza, Alaa El-Din Al-Batta, mengatakan bahwa lebih dari 450.000 bangunan di seluruh Gaza telah hancur. Ia menambahkan bahwa tidak ada peralatan modern yang diizinkan masuk ke wilayah tersebut.
Pada Jumat pagi (12/12/2025), layanan ambulans dan gawat darurat melaporkan bahwa lima orang tewas dan sejumlah lainnya terluka setelah sebuah rumah runtuh di wilayah Bir al-Na’ja, Beit Lahia, Gaza utara.
Sumber Pertahanan Sipil juga mengonfirmasi kematian dua warga Palestina pengungsi setelah sebuah tembok besar roboh dan menimpa tenda-tenda di sebelah barat Kota Gaza pada waktu fajar.
Pertahanan Sipil menyebutkan sedikitnya empat bangunan runtuh di berbagai lingkungan Kota Gaza pada Kamis akibat hujan deras. Mereka memperingatkan bahwa banyak keluarga pengungsi berlindung di bangunan rusak atau setengah hancur yang sangat berisiko roboh, terutama karena sistem tekanan rendah terus menyebabkan erosi tanah serta memperlebar retakan pada dinding dan tiang penyangga yang sebelumnya telah melemah akibat bombardir 'Israel'.
Pada Rabu (10/12), Kementerian Kesehatan Gaza mengumumkan kematian seorang anak bernama Rahaf Abu Jazar, yang meninggal akibat cuaca dingin ekstrem dan hujan setelah air banjir menerjang tenda-tenda pengungsian di wilayah Al-Mawasi, Khan Younis.
Badai ini memperparah kondisi kehidupan yang sudah sangat buruk bagi warga Gaza yang mengungsi, yang menghadapi kekurangan kebutuhan dasar, terbatasnya akses terhadap pasokan penting, serta runtuhnya layanan vital akibat blokade 'Israel' yang terus berlangsung.
Meski ada upaya dari penyedia layanan lokal dan inisiatif individu untuk mengurangi dampak krisis, para pejabat menyatakan bahwa sumber daya yang tersedia jauh dari mencukupi, sehingga memburuknya kondisi kehidupan dinilai hampir tak terhindarkan.
Menurut Pertahanan Sipil, sekitar 250.000 keluarga saat ini tinggal di kamp-kamp pengungsian di seluruh Gaza, menghadapi banjir dan cuaca dingin di tenda-tenda yang semakin rusak di tengah kekurangan bantuan yang parah. Kantor Media Pemerintah sebelumnya melaporkan bahwa hingga akhir September, sekitar 93 persen tenda di Gaza, sekitar 125.000 dari 135.000 tenda, tidak lagi layak huni.
Dalam pernyataan terpisah, Gerakan Perlawanan Palestina Hamas menyatakan bahwa 'Israel' bertanggung jawab atas memburuknya situasi kemanusiaan, dan menuduhnya melanggar komitmen dalam perjanjian gencatan senjata. Hamas menyebut dampak badai ini mencerminkan konsekuensi luas dari pengepungan 'Israel' dan penghambatan upaya rekonstruksi.
Juru bicara Hamas, Hazem Qassem, mendesak para mediator dan penjamin gencatan senjata untuk menekan 'Israel' agar mengizinkan masuknya bahan-bahan tempat tinggal serta membuka penyeberangan Rafah ke dua arah. Ia juga menyerukan negara-negara Arab dan Islam, Liga Arab, serta Organisasi Kerja Sama Islam untuk mengambil langkah mendesak dan efektif guna mencegah keruntuhan kemanusiaan lebih lanjut di Gaza.
Meski gencatan senjata mulai berlaku pada 10 Oktober, Hamas menyatakan bahwa kondisi kehidupan terus memburuk akibat pembatasan 'Israel' terhadap pengiriman bantuan, yang dinilai melanggar ketentuan kemanusiaan dalam kesepakatan tersebut.
Selama hampir dua tahun agresi yang digambarkan sebagai genosida, puluhan ribu tenda rusak atau hancur akibat bombardir 'Israel', atau menjadi tidak layak digunakan karena paparan panas ekstrem, angin kencang, dan kini badai musim dingin yang parah. (zarahamala/arrahmah.id)
