GAZA (Arrahmah.id) - Perwakilan dari sejumlah negara, termasuk Amerika Serikat, Inggris, Kanada, Jerman, dan Norwegia, dilaporkan menghadiri sebuah pameran senjata yang digelar di 'Israel' pekan ini. Dalam pameran tersebut, dipamerkan berbagai jenis senjata yang telah diuji coba bukan hanya dalam serangan genosida di Gaza, tetapi juga di Lebanon dan Iran.
Sebuah video yang ditayangkan untuk para peserta DefenseTech Week di Tel Aviv memperlihatkan dua drone menyerang sebuah bangunan di Gaza, menurut laporan Wall Street Journal (WSJ).
“Ini serangan yang pertama, mengenai sisi kiri… lalu yang kedua menuju sasarannya sendiri,” ujar CEO UVision Air, Ran Gozali, sambil menarasikan cuplikan tersebut. UVision Air adalah perusahaan teknologi pertahanan asal 'Israel'.
Situs resmi konferensi—yang diselenggarakan oleh Kementerian Pertahanan 'Israel', menggambarkan acara tersebut sebagai ajang yang “menyoroti skenario dunia nyata yang kompleks, melampaui diskusi teoretis, dan memberikan pelajaran tak ternilai dari teknologi mutakhir 'Israel' serta strategi yang membentuk masa depan pertahanan global.”
Produsen Senjata Terbesar
Elbit Systems, Palantir, Rafael, Lockheed Martin, serta Israel Aerospace Industries, yang teknologi dan persenjataannya digunakan 'Israel' dalam genosida terhadap rakyat Palestina di Gaza, menjadi sponsor utama acara tersebut.
Selain perwakilan pemerintah, para peserta juga terdiri dari eksekutif industri swasta dan para investor asing. India mengirimkan delegasi resmi, sementara Uzbekistan, Singapura, dan Kanada juga mengirimkan pejabatnya. Bahkan delegasi Uni Eropa (UE) turut hadir. Para tamu dapat berinteraksi langsung dengan para jenderal dan pilot tempur 'Israel' yang terlibat dalam perang.
Pameran ini menunjukkan bahwa produk militer 'Israel' tetap diminati, meskipun negara itu semakin terisolasi secara internasional akibat dua tahun serangan militernya di Gaza yang telah menewaskan lebih dari 70.000 warga Palestina, mayoritas perempuan dan anak-anak.
Meskipun banyak negara menyuarakan keprihatinan atas bencana kemanusiaan di Gaza dan peningkatan serangan pemukim di Tepi Barat, mereka tetap tampak antusias menyaksikan mesin-mesin pembunuh dan teknologi tempur yang digunakan 'Israel'.
Inggris, yang pada September lalu melarang delegasi 'Israel' menghadiri pameran dagang persenjataan, justru membenarkan kehadirannya dengan menyatakan bahwa: “Pejabat Kedutaan Besar Inggris menghadiri konferensi seperti ini di seluruh dunia sebagai bagian dari upaya rutin untuk membangun hubungan dan memajukan kepentingan Inggris.”
Jerman dengan Delegasi Terbesar
Norwegia juga mengirimkan seorang pejabat diplomatik ke pameran tersebut, meskipun dana pensiun negara Norwegia (Government Pension Fund Global/GPFG) baru-baru ini menjual sahamnya di sejumlah perusahaan 'Israel'. Dana tersebut juga menarik investasinya dari Caterpillar karena buldoser perusahaan itu digunakan dalam penghancuran rumah-rumah dan properti Palestina di Gaza dan Tepi Barat.
Jerman, salah satu sekutu terdekat 'Israel', mengirimkan salah satu delegasi terbesar, lengkap dengan pin lambang bendera Jerman dan 'Israel' yang disatukan. Bulan lalu, Jerman mencabut pembatasan ekspor senjata ke 'Israel' yang sempat diberlakukan pada Agustus, dengan alasan situasi gencatan senjata yang “stabil” di Gaza.
Menurut laporan WSJ, sistem pertahanan udara Arrow 3 yang dibeli Jerman dari 'Israel' dengan nilai sekitar $4 miliar telah resmi beroperasi pada Rabu (3/12/2025). Ini menjadi sistem Arrow pertama yang ditempatkan di luar 'Israel' dan Amerika Serikat, dan sekaligus merupakan transaksi persenjataan terbesar dalam sejarah 'Israel'.
Peserta pameran juga terlihat berfoto di samping sistem laser intersepsi Iron Beam milik perusahaan Rafael, versi kecilnya pernah digunakan 'Israel' dalam serangan di Gaza maupun perang besar di Lebanon. Startup-startup 'Israel' di acara tersebut juga tampak bergaul dengan para investor dari Eropa, termasuk Jerman dan Austria.
Rekor Penjualan Senjata
Meski sejumlah kampanye pemasaran menyulut kritik, misalnya video promosi Rafael pada Juli lalu yang memperlihatkan amunisi Spike Firefly membunuh seseorang di Gaza, perusahaan-perusahaan 'Israel' di expo tersebut tampak semakin percaya diri.
“Israel dalam perang ini, baik suka maupun tidak, telah membuktikan mana yang bekerja dan mana yang tidak,” ujar Alon Lifshitz dari Aurelius Capital, sebuah perusahaan modal ventura yang berbasis di Tel Aviv dan New York. Perusahaannya fokus pada teknologi dual-use dan keamanan siber untuk kebutuhan pertahanan nasional.
Dalam laporannya, WSJ menyebut bahwa ekspor senjata 'Israel' “memecahkan rekor pada 2024,” mencapai nilai $14,8 miliar meskipun ada seruan global untuk memboikot senjata 'Israel'.
Berdasarkan data Kementerian Pertahanan 'Israel' yang dikutip WSJ, Eropa menjadi pembeli terbesar teknologi pertahanan 'Israel' tahun lalu, mencakup 54% dari total ekspor, naik signifikan dari 35% pada 2023. (zarahamala/arrahmah.id)
