Hujan Deras Guyur Gaza, Tenda-tenda Pengungsi Terendam, Bantuan Masih Terhambat

Oleh Zarah Amala
Kamis, 11 Desember 2025 - 09.40
Hujan Deras Guyur Gaza, Tenda-tenda Pengungsi Terendam, Bantuan Masih Terhambat
Hujan Deras Guyur Gaza, Tenda-tenda Pengungsi Terendam, Bantuan Masih Terhambat

GAZA (Arrahmah.id) – Para pengungsi Palestina di Jalur Gaza terbangun pada Rabu pagi (10/12/2025) dengan air menggenang di dalam tenda mereka. Hujan deras yang turun sepanjang malam membuat tempat berlindung dan barang-barang mereka basah kuyup, tepat ketika badai musim dingin menerjang dengan hujan lebat dan angin kencang.

Departemen Meteorologi Palestina memperingatkan bahwa mulai Rabu (10/12) wilayah Palestina akan dihantam tiga hari badai petir dan cuaca dingin, yang bisa memicu banjir bandang, angin kencang, bahkan hujan es.

Kantor Media Pemerintah Gaza menyerukan kepada dunia untuk bertindak “menyelamatkan kondisi kemanusiaan yang sudah berada di titik bencana” seiring cuaca dingin dan hujan menghantam wilayah yang terkepung itu.

Badai Byron diperkirakan mulai melanda Gaza pada Rabu hingga Jumat (12/12), membawa hujan deras yang akan membanjiri puluhan ribu tenda tempat para pengungsi bertahan hidup.

Badai itu juga diprediksi membawa angin sangat kencang, gelombang tinggi dari laut, dan petir, menurut keterangan kantor tersebut.

Mereka menyebut kondisi cuaca ini “dapat menyebabkan kerusakan besar bagi puluhan ribu keluarga yang tinggal di tenda dan tempat perlindungan darurat yang sama sekali tidak melindungi mereka dari dinginnya musim dingin ataupun cuaca ekstrem.”

Rabu pagi (10/12), Pertahanan Sipil Gaza kembali memperingatkan bahwa beberapa jam ke depan akan “sangat berbahaya” dan Gaza berpotensi kembali “mengalami bencana ketika keluarga-keluarga pengungsi menghadapi banjir parah. Situasi kami sangat sulit, dan aksi dunia sangat dibutuhkan untuk mencegah Gaza tenggelam.”

Pemerintah Kota Gaza juga mengonfirmasi bahwa badai yang datang menjadi ancaman besar bagi para pengungsi dan warga yang tersisa, terutama karena infrastruktur telah hancur akibat dua tahun genosida 'Israel'.

Mereka mencatat bahwa lebih dari 85% peralatan kota telah dihancurkan 'Israel', “yang membuat kemampuan kami membantu warga menjadi sangat terbatas,” sambil menambahkan bahwa “situasi di Jalur Gaza benar-benar berada di titik krisis akibat badai dan minimnya pasokan kebutuhan pokok.”

Wali Kota Gaza, Yahya al-Sarraj, mengatakan pada Rabu (10/12), “Kami memperkirakan gelombang badai berikutnya, tapi kami tidak punya peralatan yang diperlukan untuk menghadapinya. Kami bergantung pada alat yang disewa dari sektor swasta, yang sudah tua dan tidak memadai untuk menghadapi badai seperti ini.”

“Badai ini semakin memperparah krisis kemanusiaan di tengah kehancuran infrastruktur dan keterbatasan sumber daya,” tambahnya.

Sebelumnya, juru bicara Sekjen PBB Antonio Guterres mengecam pembatasan 'Israel' terhadap masuknya suplai bantuan ke Gaza.

Stephane Dujarric, juru bicara tersebut, mengatakan bahwa meski PBB telah menyediakan tenda, terpal, selimut, dan pakaian musim dingin, persiapan jangka panjang untuk menghadapi banjir dan cuaca buruk tetap tidak mungkin dilakukan.

“Anda tentu ingat bahwa salah satu hambatan utama dalam penanganan penampungan adalah persyaratan registrasi LSM yang sangat ketat yang diberlakukan otoritas 'Israel',” kata Dujarric dalam briefing harian.

“Banyak mitra LSM kami masih terhalang untuk membawa bantuan masuk, dan hampir 4.000 palet material perlindungan telah ditolak oleh otoritas 'Israel',” ujarnya.

“Gaza sangat membutuhkan alat berat, peralatan, dan berbagai perlengkapan penampungan lain untuk mencegah banjir besar.”

Ini adalah musim dingin ketiga yang harus dilalui para pengungsi Palestina sejak dimulainya genosida dua tahun lalu.

Video dan foto yang beredar di media sosial menunjukkan tenda-tenda keluarga pengungsi tergenang air pada Rabu pagi, dengan kasur, selimut, dan barang-barang pribadi mereka basah kuyup.

Banyak orang terlihat berteduh dari hujan dengan pakaian seadanya. Video lain memperlihatkan para pengungsi menguras air dari tenda mereka menggunakan ember.

Menurut UNRWA, hampir seluruh penduduk Jalur Gaza kini telah mengungsi. Setelah gencatan senjata dimulai, banyak keluarga mencoba kembali ke rumah mereka, tetapi yang mereka temukan hanya reruntuhan. Pusat Satelit PBB mencatat sekitar 81% bangunan di Gaza telah rusak.

Saat gencatan senjata memasuki bulan ketiga, lembaga kemanusiaan menegaskan bahwa bantuan yang masuk ke Gaza masih sangat minim, sementara kelaparan meningkat dan tenda-tenda lama mulai rusak.

Menurut Norwegian Refugee Council (NRC), hampir 1,5 juta orang membutuhkan tenda dan perlengkapan darurat lainnya, dan lebih dari 282.000 unit rumah rusak atau hancur di seluruh Gaza, membuat keluarga kehilangan perlindungan, privasi, dan tempat berteduh layak saat suhu menurun.

Pada Selasa (9/12), peramal cuaca 'Israel' Tzachi Peleg mengejek para pengungsi Gaza dengan mengatakan: “Tidak akan ada satu pun tenda yang tersisa… dan saya tidak masalah kalau orang-orangnya juga tak selamat.”

Ia memprediksi bahwa angin kencang dan hujan deras dapat menghancurkan sebagian besar kamp tenda di Jalur Gaza. Dengan nada bersemangat, ia menyebut bahwa sistem drainase Gaza sudah hancur dan tidak akan mampu menahan badai. Ia juga menegaskan bahwa terowongan bawah tanah kemungkinan akan terendam.

Save the Children meminta 'Israel' mengizinkan masuknya tiang tenda dan barang-barang lain yang selama ini dilarang, termasuk tenda, pakaian musim dingin, dan selimut, agar keluarga-keluarga di Gaza lebih terlindungi dari dampak Badai Byron.

Sejak gencatan senjata pada Oktober, 'Israel' masih melarang masuknya kayu, tiang tenda, dan alat-alat lain karena dianggap sebagai “barang yang berpotensi digunakan ganda.”

“Tidak seharusnya ada anak yang terjaga semalaman kedinginan di atas kasur yang basah dan tercampur limbah. Ini tidak dapat diterima,” kata Ahmad Alhendawi, Direktur Regional Save the Children untuk Timur Tengah, Afrika Utara, dan Eropa Timur.

Menurutnya, anak-anak Palestina di Gaza sangat membutuhkan tenda lengkap dengan tiangnya, tempat berlindung layak, pakaian hangat, selimut, dan alas tidur, selain perbaikan sistem sanitasi.

Badai bulan lalu memaksa setengah dari ruang ramah anak milik Save the Children tutup karena kamp-kamp tergenang air, limbah, dan kerusakan lainnya, sementara kehadiran anak-anak di empat ruang yang masih buka menurun drastis.

Hampir 850.000 orang yang berlindung di 761 lokasi pengungsian di Jalur Gaza berada dalam risiko banjir tertinggi pekan ini, menurut Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA).

Dalam pembaruan terbarunya, OCHA mencatat lebih dari 3.500 perpindahan pengungsi antara 7–8 Desember, kemungkinan sebagai antisipasi badai petir besar yang mulai menghantam Palestina hari ini.

Banjir sebelumnya tercatat terjadi di lebih dari 200 lokasi berisiko tinggi, mempengaruhi lebih dari 140.000 orang. (zarahamala/arrahmah.id)

Editor: Zarah Amala

Internasional