TEL AVIV (Arrahmah.id) -- Perdana Menteri 'Israel', Benjamin Netanyahu, Ahad (14/12/2025) mengutuk penembakan massal dan mematikan di perayaan hari raya Yahudi, Hanukkah, di Sydney, Australia. Netanyahu menyebut kejadian itu karena pemimpin Australia mendukung negara Palestina yang bakal memicu antisemitisme.
Dilansir The Guardian (15/12), Netanyahu menggambarkan juga serangan itu sebagai "pembunuhan berdarah dingin,".
Pada peristiwa di Pantai Bondi, para penembak melepaskan tembakan saat acara perayaan malam pertama Hanukkah di Pantai Bondi.
Serangan menewaskan sedikitnya 16 orang, menurut pejabat Australia, yang menggambarkan insiden tersebut sebagai serangan antisemit yang ditargetkan. Salah satu tersangka penembak juga tewas.
Netanyahu mengatakan kalau dia telah memperingatkan Perdana Menteri Australia Anthony Albanese beberapa bulan sebelumnya bahwa sikap politik Canberra akan memiliki konsekuensi yang berbahaya.
"Saya menulis: 'Seruan Anda untuk negara Palestina justru menyulut api anti-Semit. Itu memberi penghargaan kepada Hamas. Itu memberi keberanian kepada mereka yang mengancam orang Yahudi Australia dan mendorong kebencian terhadap Yahudi yang kini berkeliaran di jalanan Anda'," kata Netanyahu dalam pidatonya.
Dia menambahkan kalau pemerintahan Albanese tidak melakukan apa pun untuk menghentikan penyebaran antisemitisme di Australia.
"Kalian membiarkan penyakit itu menyebar dan hasilnya adalah serangan mengerikan terhadap orang Yahudi yang kita saksikan hari ini," kata Netanyahu.
Albanese mengadakan pertemuan dewan keamanan nasional Australia pada hari Minggu dan mengutuk keras serangan tersebut.
"Ini adalah serangan yang ditargetkan terhadap warga Yahudi Australia pada hari pertama Hanukkah, yang seharusnya menjadi hari sukacita, perayaan iman," katanya, menambahkan bahwa kekerasan yang dilepaskan "di luar nalar."
Australia mengumumkan pada 11 Agustus kalau mereka akan mengakui negara Palestina di Majelis Umum PBB pada bulan September.
Sikap Australia ini menyusul langkah serupa yang dilakukan oleh Prancis, Inggris, dan Kanada. (hanoum/arrahmah.id)
