BANDA ACEH (Arrahmah.id) - Bencana banjir dan longsor yang melanda sejumlah wilayah di Provinsi Aceh terus meluas dan menimbulkan dampak yang kian parah.
Kondisi tersebut membuat tiga bupati di Aceh menyatakan secara resmi bahwa daerah mereka tidak lagi sanggup menangani status darurat dengan kemampuan yang ada.
Mereka meminta Pemerintah Aceh turun tangan penuh untuk mengambil alih penanganan bencana.
Bupati Aceh Selatan, Mirwan, mengirim surat resmi bernomor 360/1975/2025 pada 27 November 2025. Dalam surat tersebut, ia menjelaskan bahwa banjir dan longsor telah melumpuhkan 11 kecamatan di wilayahnya.
Akses transportasi terputus, muncul titik-titik pengungsian baru, serta banyak infrastruktur publik yang rusak, mulai dari jalan, jembatan, irigasi, sekolah, hingga fasilitas kesehatan.
Distribusi logistik pun terhambat, sehingga aktivitas ekonomi masyarakat ikut tersendat.
“Dipandang perlu Pemerintah Aceh untuk mengambil alih penanganan darurat bencana banjir di Kabupaten Aceh Selatan,” tulis Mirwan dalam surat tersebut.
Situasi serupa terjadi di Kabupaten Aceh Tengah. Bupati Haili Yoga juga menyatakan ketidakmampuan daerahnya mengatasi kondisi bencana dengan sumber daya yang ada melalui surat bernomor 360/5654BFBD/2025.
“Mengingat kondisi dampak bencana ini, kami selaku Bupati Aceh Tengah menyatakan ketidakmampuan dalam melaksanakan upaya penanganan darurat bencana sebagaimana mestinya,” tulis Haili Yoga.
Bupati Pidie Jaya, Sibral Malasyi, turut mengambil langkah yang sama. Ia menyebut keterbatasan anggaran, sumber daya, serta peralatan sebagai alasan utama daerahnya tidak mampu menangani penanggulangan bencana secara mandiri.
“Maka Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya memohon kepada Gubernur Aceh untuk dapat membantu penanganan bencana tersebut,” tulis Sibral.
Di tengah semakin beratnya situasi, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Suharyanto, turun langsung meninjau lokasi banjir di Desa Aek Garoga, Kecamatan Batang Toru, Tapanuli Selatan, pada Minggu (30/11/2025).
Ia mengaku terkejut melihat kondisi di lapangan yang jauh lebih parah dibanding laporan awal yang diterimanya.
Suharyanto juga menyampaikan permintaan maaf kepada Bupati Tapanuli Selatan, Gus Irawan Pasaribu, karena sempat menyebut bahwa banjir tidak parah.
“Saya tidak mengira sebesar ini. Saya mohon maaf Pak Bupati. Ini bukan berarti kami tidak peduli,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa BNPB hadir untuk memastikan bantuan dan penanganan bencana dilakukan secara adil di seluruh wilayah.
“Tidak ada bedanya penanganan di utara, selatan, tengah. Itu sama semua bagi kami,” kata Suharyanto.
Dengan tiga bupati yang menyatakan ketidakmampuan dan permintaan maaf dari pihak BNPB, Aceh kini menunggu langkah lanjutan dari Pemerintah Aceh dan pemerintah pusat untuk penanganan darurat yang lebih besar dan terkoordinasi.
(ameera/arrahmah.id)
