WHO Peringatkan Risiko Wabah Tak Terkendali di Gaza di Tengah Kolapsnya Layanan Medis

Oleh Zarah Amala
Sabtu, 13 Desember 2025 - 10.48
WHO Peringatkan Risiko Wabah Tak Terkendali di Gaza di Tengah Kolapsnya Layanan Medis
WHO Peringatkan Risiko Wabah Tak Terkendali di Gaza di Tengah Kolapsnya Layanan Medis

GAZA (Arrahmah.id) - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Kamis (11/12/2025) memperingatkan bahwa wabah penyakit di Jalur Gaza kemungkinan besar menyebar tanpa terdeteksi akibat hampir runtuh totalnya sistem pemantauan dan laboratorium, demikian dilaporkan kantor berita Anadolu.

Kepala Unit Aksi Kemanusiaan dan Bencana WHO, Teresa Zakaria, mengatakan kondisi hidup di Gaza telah mencapai tingkat yang “bahkan tak lagi bisa digambarkan,” menurut laporan tersebut.

Ia menjelaskan bahwa seluruh faktor pendukung merebaknya penyakit kini tersedia, mulai dari lingkungan yang padat, hingga akses yang sangat terbatas terhadap pencegahan, deteksi, dan respons medis. “Semua indikator menunjukkan bahwa wabah dapat menyebar dengan sangat cepat dan di luar kendali,” katanya.

Pernyataan itu disampaikan Zakaria dalam pengarahan media Asosiasi Koresponden Terakreditasi PBB (ACANU) di Jenewa.

Zakaria menyebutkan bahwa akses kemanusiaan dan kapasitas diagnostik masih “sangat terbatas,” sehingga deteksi dini dan respons medis nyaris mustahil dilakukan.

“Yang penting untuk ditekankan adalah kemungkinan besar kita kehilangan sebagian besar kasus penyakit yang sedang menyebar di wilayah tersebut karena kita tidak mampu mendeteksinya,” ujarnya.

WHO, lanjutnya, tidak dapat menentukan jumlah maupun tingkat keparahan wabah karena ketiadaan laboratorium yang memungkinkan identifikasi patogen yang beredar. Ia kembali menyerukan akses kemanusiaan tanpa hambatan guna menghidupkan kembali sistem kesehatan dan memungkinkan deteksi penyakit.

Hujan musim dingin yang lebat pekan ini menyebabkan runtuhnya bangunan-bangunan yang sebelumnya telah rusak akibat pengeboman 'Israel'. Banyak bangunan tersebut kini digunakan sebagai tempat berlindung oleh keluarga-keluarga yang terpaksa mengungsi selama agresi militer 'Israel' yang telah berlangsung dua tahun.

Dari Gaza, perwakilan Dana Anak-Anak PBB (UNICEF), Jonathan Crix, mengatakan kepada UN News bahwa anak-anak dan keluarga hidup dalam kondisi yang sangat memprihatinkan di tenda-tenda darurat.

“Semuanya basah, kasur basah, pakaian anak-anak basah. Sangat sulit hidup dalam kondisi seperti itu,” ujarnya.

Ia memperingatkan peningkatan kasus diare akut berair dan potensi merebaknya wabah penyakit lainnya. “Dengan kondisi kebersihan yang sangat buruk dan sistem sanitasi yang hampir tidak ada, kami sangat khawatir terhadap penyebaran penyakit yang ditularkan melalui air.”

Kematian Ibu dan Bayi Meningkat

PBB juga menyatakan pada Kamis (11/12) bahwa sistem kesehatan ibu dan bayi di Gaza telah “hancur,” setelah hampir seluruh rumah sakit rusak atau dihancurkan oleh serangan Israel dan pasokan medis terputus. Kondisi ini memicu lonjakan kematian ibu, keguguran, dan kematian bayi baru lahir di tengah pengungsian massal dan kelaparan.

Menurut Kantor HAM PBB (OHCHR), 94 persen rumah sakit di Gaza telah rusak atau hancur, meninggalkan ibu hamil dan bayi tanpa perawatan penting.

OHCHR menambahkan bahwa blokade 'Israel' telah menghalangi masuknya barang-barang vital bagi kelangsungan hidup warga sipil, termasuk pasokan medis dan nutrisi yang dibutuhkan untuk menjaga kehamilan dan persalinan yang aman.

Hingga akhir 2024, perempuan di Gaza tercatat tiga kali lebih berisiko meninggal saat melahirkan dan tiga kali lebih berisiko mengalami keguguran dibandingkan sebelum perang, sementara angka kematian bayi baru lahir juga meningkat.

Dokter spesialis kandungan yang pernah menjadi relawan di Gaza, Dr. Ambereen Sleemi, mengatakan kepada OHCHR bahwa serangan terjadi bahkan saat tenaga medis bertugas.

“Saat kami berkeliling bangsal, bom terus meledak di sekitar… terkadang pesawat tanpa awak mencoba menembaki perawat atau mengejar mereka di lorong rumah sakit,” katanya.

Ia menuturkan bahwa banyak perempuan hamil datang dengan luka tembak, termasuk di bagian perut. “Banyak dari mereka terlalu parah untuk bertahan hidup. Jika bukan luka yang membunuh mereka, maka sepsis yang terjadi akibat kurangnya pasokan medis dan antibiotik.”

Sejak gencatan senjata mulai berlaku pada 10 Oktober di bawah rencana 20 poin Presiden AS Donald Trump, 'Israel' telah menewaskan 383 warga Palestina dan melukai lebih dari 1.000 orang, menurut Kementerian Kesehatan Gaza.

Secara keseluruhan, jumlah korban tewas sejak agresi 'Israel' dimulai lebih dari dua tahun lalu telah mencapai 70.373 orang, dengan 171.079 lainnya terluka. (zarahamala/arrahmah.id)

Editor: Zarah Amala

Internasional