Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan kekerasan yang dilakukan oleh remaja kini semakin sering terjadi di Indonesia. Data terbaru menunjukkan, jumlah perkara KDRT telah mencapai lebih dari 10 ribu kasus per September 2025, dengan ratusan laporan baru setiap bulannya. Kasus ini meliputi kekerasan fisik, psikis, seksual, hingga ekonomi — dan banyak di antaranya menimpa perempuan serta anak-anak. (GoodStats.id, 14 September 2025)
Tak hanya itu, kasus kekerasan yang melibatkan remaja juga makin banyak. Beberapa waktu lalu, media memberitakan seorang remaja berusia 16 tahun yang membacok neneknya sendiri karena marah disebut cucu pungut. (Beritasatu.com, 16 Oktober 2025).
Kejadian-kejadian seperti ini memperlihatkan betapa rapuhnya hubungan keluarga di masyarakat kita. Keluarga yang seharusnya menjadi tempat berlindung, justru berubah menjadi sumber luka dan kekerasan. Remaja yang kehilangan teladan dan kasih sayang di rumah, akhirnya tumbuh tanpa kendali dan mudah terseret pada perilaku agresif.
Akar Masalah
Jika ditelusuri lebih dalam, masalah ini tidak berdiri sendiri. Ada empat penyebab utama yang saling berkaitan dan memperparah keadaan:
- Hilangnya nilai agama dari kehidupan (sekularisme).
Ketika agama dijauhkan dari kehidupan sehari-hari, keluarga kehilangan arah dan landasan moral. Suami-istri tak lagi merasa takut kepada Allah ketika marah, anak-anak tumbuh tanpa rasa hormat kepada orang tua, dan akhirnya rumah menjadi tempat pertengkaran, bukan tempat melimpahkan kasih sayang. Inilah hasil dari kehidupan yang tidak lagi berpegang pada nilai takwa.
- Pendidikan yang kehilangan esensi dan arah
Sistem pendidikan modern sering menanamkan nilai bebas berekspresi tanpa batas tanggung jawab. Akibatnya, anak dan remaja tumbuh dengan sikap individualis, tidak terbiasa mengendalikan emosi, dan mudah melakukan kekerasan ketika tidak mendapatkan apa yang diinginkan.
Sekolah seharusnya menjadi tempat belajar akhlak dan budi pekerti, bukan sekadar mengejar nilai dan prestasi duniawi.
- Gaya hidup materialistis dan tekanan ekonomi.
Kebahagiaan diukur dari harta, bukan dari ketenangan hati. Ketika ekonomi sulit, suami istri mudah saling menyalahkan. Banyak keluarga tertekan karena biaya hidup, hingga kehilangan keharmonisan. Dalam kondisi ini, kekerasan sering muncul sebagai pelarian dari masalah yang tidak terselesaikan.
- Negara hanya sibuk menindak, bukan mencegah.
Hukum seperti UU PKDRT memang penting untuk menghukum pelaku, tapi belum menyentuh akar masalahnya. Negara belum membangun sistem pendidikan dan kesejahteraan keluarga yang kuat. Selama nilai-nilai rusak tetap dibiarkan, dan keluarga terus diserang permasalahan bertubi-tubi terkait ekonomi dan lainnya, maka kasus kekerasan akan terus berulang.
Singkatnya, masalah KDRT dan kekerasan remaja bukan sekadar soal hukum. Ini adalah masalah nilai, pendidikan, dan sistem hidup yang salah arah.
Kembali pada Islam
Islam memiliki panduan lengkap untuk membangun keluarga yang kuat, penuh kasih sayang, dan beradab. Jika diterapkan dengan benar, ajaran Islam mampu mencegah kekerasan sedari akarnya.
- Pendidikan Islam sebagai pondasi utama.
Islam mengajarkan bahwa pendidikan bukan hanya soal ilmu dunia, tetapi pembentukan akhlak dan takwa. Anak-anak harus dibimbing untuk mengenal Allah SWT, menghormati orang tua, dan menahan amarah. Orang tua pun perlu belajar menjadi teladan yang sabar dan penuh kasih. Sekolah dan masyarakat harus mendukung pendidikan karakter berbasis iman, bukan sekadar pengetahuan.
- Keluarga harmonis dengan peran yang jelas.
Syariat Islam menata hubungan suami-istri dengan adil dan seimbang. Suami menjadi pemimpin dan pelindung, sementara istri menjadi pendamping yang penuh kasih. Ketika masing-masing menjalankan perannya dengan benar, konflik bisa diredam sebelum menjadi kekerasan.
Rasulullah ﷺ bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya.” (HR. Tirmidzi)
- Negara sebagai pelindung keluarga.
Negara dalam pandangan Islam berperan sebagai raa’in (pengurus rakyat). Ia wajib menjamin kesejahteraan rakyat, menyediakan lapangan kerja, serta membantu keluarga yang kesulitan ekonomi. Dengan begitu, tekanan hidup bisa berkurang dan kekerasan tidak mudah muncul dari rasa putus asa.
- Penegakan hukum Islam yang mendidik dan menjerakan.
Hukum Islam bukan hanya menghukum pelaku, tetapi juga mendidik masyarakat agar takut berbuat zalim. Sanksinya tegas, tapi adil dan bertujuan memperbaiki. Dengan sistem hukum seperti ini, orang akan berpikir seribu kali sebelum melakukan kekerasan.
Kesimpulan
Maraknya KDRT dan kekerasan remaja adalah tanda darurat moral dan keluarga di negeri ini. Semua upaya hukum dan kampanye sosial tidak akan cukup jika akar masalahnya yaitu jauhnya masyarakat dari nilai Islam tidak diselesaikan.
Islam bukan hanya agama yang mengatur ibadah, tapi juga panduan hidup yang lengkap, mengatur hubungan keluarga, pendidikan, ekonomi, hingga peran negara. Jika nilai-nilainya diterapkan, keluarga akan kembali hangat, remaja tumbuh berakhlak, dan masyarakat menjadi lebih baik.
Sudah saatnya kita berhenti menambal luka dengan solusi sementara. Islam adalah solusi yang menyembuhkan bukan hanya menindak, tapi menata ulang kehidupan agar kembali selaras dengan fitrah manusia.
