Menyoal Krisis Moral dan Pendidikan di Indonesia

Oleh Ummu KholdaPegiat Literasi
Selasa, 28 Oktober 2025 - 17.01
Menyoal Krisis Moral dan Pendidikan di Indonesia
Menyoal Krisis Moral dan Pendidikan di Indonesia

Polemik Kepala SMAN 1, Cimarga, Kabupaten Lebak, Banten, Dini Fitria yang diduga sempat menampar seorang siswa yang bernama Indra karena ketahuan merokok di lingkungan sekolah akhirnya telah berdamai. Orang tua siswa pun telah mencabut laporan polisi terhadap Dini. Insiden penamparan ini bermula saat Indra ketahuan merokok di belakang sekolah. Kemudian Dini menegurnya, akan tetapiĀ  Indra berbohong jika dirinya merokok.

Menurut Plt Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Kadisdikbud) Provinsi Banten, Lukman, Dini menegur Indra dengan kata-kata yang dianggap kasar dan disertai kontak fisik. Buntutnya, 630 siswa SMAN 1 Cimarga melakukan aksi mogok sekolah sebagai bentuk protes siswa terhadap pihak sekolah. Status Dini sebagai kepala sekolah pun sempat dinonaktifkan. Sementara orang tua Indra yang tidak terima anaknya ditampar melaporkan ke polisi. Mencegah polemik semakin meluas Gubernur Banten, Andra Soni turun tangan untuk menangani kejadian tersebut, hingga disepakati jalan damai antara kedua belah pihak. (Detik.com, 16/10/2025)

Berita lain tak kalah viralnya yakni foto seorang siswa SMA di Makassar yang berinisial AS dengan santainya merokok dan mengangkat kaki di atas meja di samping gurunya, Ambo. (Tribun jakarta.com, 20/10/2025)

Fakta di atas bukan sekedar cerita kenakalan remaja, akan tetapi sebuah dilema besar yang harus dihadapi para pendidik di era modern ini. Mirisnya, kedua fakta di atas hanyalah sebagian kecil kasus dari banyaknya kejadian serupa di lembaga pendidikan, masih banyak di luar sana yang belum terungkap oleh media. Berbagai larangan masih tak diindahkan, termasuk larangan merokok bagi pelajar di lingkungan sekolah, apalagi di luar sekolah.

Sementara itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan sedikitnya 15 juta remaja usia sekitar 13-15 tahun di seluruh dunia menggunakan rokok elektrik (vape). Bahkan dari jumlah tersebut kemungkinan remaja sembilan kali lebih besar menggunakan vape dibandingkan dengan orang dewasa. Alhasil, remaja pun menjadi sasaran baru industri rokok. (Inforemaja.id, 14/10/2025)

 

Dilema Dunia Pendidikan Hari Ini

Menjadi guru atau pendidik di era modern sekarang sungguh dilema. Begitu rumitnya posisi mereka saat ini. Di satu sisi ia harus menerapkan kedisiplinan, di sisi lain ada orang tua yang siap melapor jika anaknya didapati mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari pihak sekolah, meskipun itu bersifat teguran. Hal tersebut tentu akan memunculkan ruang abu-abu dalam penerapan kedisiplinan siswa. Akibat ketidakjelasan itu wibawa seorang guru pun semakin tergerus.

Selain itu, fenomena di atas juga telah menunjukkan bagaimana siswa mempunyai kebebasan untuk bertindak di luar batas etika, sementara guru terlihat tidak berdaya. Bahkan seringkali guru diadukan, hingga posisinya pun terancam.

Kondisi seperti ini wajar terjadi di negara yang mengemban sistem kapitalisme sekuler yakni memisahkan agama dari kehidupan. Dalam sistem tersebut ada empat prinsip kebebasan, salah satunya adalah kebebasan bertingkah laku. Inilah yang kemudian menghinggapi para remaja, termasuk para siswa di sekolah. Sistem pendidikan yang liberal ini kerap membawa siswa maupun pendidik itu sendiri keluar dari aturan.

Tak hanya itu, negara sekuler kapitalis cenderung abai terhadap berbagai persoalan, termasuk pendidikan. Alhasil, lahirlah generasi yang tidak taat pada aturan dan krisis moral. Bahkan merokok dianggap sebagai alasan ungkapan kedewasaan, jati diri dan kebanggaan agar terlihat keren. Di sisi lain, rokok mudah sekali dijangkau oleh remaja, tidak ada aturan khusus siapa yang boleh mengonsumsi. Dari warung kecil hingga supermarket, cafe, dan sebagainya hampir semua menyediakan rokok. Hal ini membuktikan lemahnya negara dalam mengawasi peredaran rokok.

Memang, dalam situasi apapun kekerasan tidak dibenarkan, apalagi sampai menyakiti, karena hal itu akan berpengaruh pada mental siswa. Selain itu, posisi guru sebagai pendidik juga tidak mencerminkan sebagai suri tauladan yang baik bagi murid-muridnya. Oleh karena itu dibutuhkan sistem pendidikan yang mampu menjadikan remaja memahami siapa dirinya dan mengetahui arah hidupnya. Di samping penanaman adab dan sanksi yang bersifat mendidik, membuat jera bagi siswa yang melanggar aturan.

 

Sistem Pendidikan Islam

Islam sebagai agama sekaligus sistem hidup mampu menyolusikan berbagai persoalan termasuk dalam dunia pendidikan. Sistem pendidikan yang berasaskan akidah Islam mengajarkan bagaimana ketaatannya kepada Allah Swt. dan aturannya. Karena tujuan pendidikan Islam adalah untuk membentuk siswa yang berkarakter khas, bersyakhsiyyah Islamiyah yakni mempunyai kepribadian Islam (pola pikir dan pola sikap Islam). Melahirkan generasi yang mempunyai kesadaran bahwa tujuan diciptakan manusia adalah untuk beribadah dan akan dimintai pertanggungjawabannya kelak. Juga menanamkan prinsip bahwa remaja muslim harus memiliki prinsip dan bangkit menjadi generasi yang beriman bukan generasi yang merusak.

Di sekolah, guru mempunyai tanggung jawab yang berat termasuk dalam hal kedisiplinan. Sehingga, ketika guru menegur siswa yang bersalah, itu adalah bagian dari amar makruf nahi mungkar, dan menegurnya juga tidak melalui kekerasan. Upaya tabayun dan pendekatan juga dilakukan untuk mengetahui latar belakang seseorang melakukan perbuatan, agar tidak salah mengambil sikap.

Dalam Islam sendiri, hukum merokok adalah mubah, tetapi di sisi lain tidak boleh juga membahayakan diri sendiri dan orang lain. Terutama membahayakan kesehatan bagi perokok aktif maupun pasif. Selain itu, merokok juga dapat menyebabkan hidup boros dan merupakan pengeluaran yang tidak bermanfaat dan justru mendatangkan mudharat. Hadis Rasulullah saw. yang artinya: "Tidak boleh melakukan sesuatu yang membahayakan diri sendiri dan orang lain." (HR Ibnu Majah)

Selain itu, sistem pendidikan Islam juga senantiasa menanamkan nilai-nilai fundamental sopan santun dan rasa hormat kepada guru. Karena guru adalah pilar peradaban, posisinya dihormati dan dimuliakan, karena tugasnya adalah membentuk kepribadian anak didiknya. Tidak mungkin ada pendidikan yang kukuh jika gurunya sendiri tidak dimuliakan. Guru bukan sekedar gudang ilmu, akan tetapi seorang pendidik yang memberikan suri tauladan bagi muridnya.

Islam juga sangat menghargai ilmu dan orang yang menuntut ilmu. Karena Allah Swt. akan meninggikan orang yang berilmu beberapa derajat. Sebagaimana tercantum dalam surat Al-Mujadalah ayat 11, yang artinya: "..... niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat." Pada masa kekhilafahan, guru juga begitu dihormati dan dimuliakan. Mereka mendapatkan penghargaan yang sangat tinggi termasuk gaji yang besar. Seperti pada masa Khalifah Umar bin Khattab, gaji guru sangat tinggi saat itu yakni sebesar 15 dinar per bulan, atau setara dengan nilai sekitar Rp. 33 juta rupiah saat ini.

Tak hanya itu, tujuan pendidikan Islam adalah untuk membentuk siswa yang berkarakter khas, bersyakhsiyyah Islamiyah yakni mempunyai kepribadian Islam (pola pikir dan pola sikap Islam). Melahirkan generasi yang mempunyai kesadaran bahwa tujuan diciptakan manusia adalah untuk beribadah dan akan dimintai pertanggungjawabannya kelak. Juga menanamkan prinsip bahwa remaja muslim harus memiliki prinsip dan bangkit menjadi generasi yang beriman bukan generasi yang merusak.

Dengan sistem pendidikan seperti ini, akan menghasilkan generasi yang tidak hanya cerdas dalam urusan dunia, tetapi juga akhirat. Generasi emas yang akan mencetak peradaban gemilang itu akan terwujud jika ada pendukung dan pelaksana aturannya, yakni institusi yang menerapkan Islam secara kafah (menyeluruh) dalamĀ  setiap aspek kehidupan.

Wallahu a'lam bis shawwab

Editor: Hanin Mazaya

pendidikankrisis moral