Beberapa pekan lalu masyarakat disuguhi berita yang memilukan, tentang bunuh diri di kalangan pelajar. Bagaimana tidak, anak-anak yang masih di bawah umur, bisa nekat mengakhiri hidupnya dengan perbuatan terlarang tersebut. Begitu rapuhkah mental generasi saat ini, hingga bunuh diri dijadikan solusi?
Dilansir dari Kompas.id Jum'at 30/10/2025, dalam sepekan terakhir di Kabupaten Cianjur terdapat dua kasus bunuh diri yang dilakukan oleh anak-anak. Yang pertama terjadi di Kampung Cihaur, Desa Gunungsari, Kecamatan Ciranjang pada Rabu, 22/10/2025. Warga digegerkan dengan meninggalnya seorang anak laki-laki dengan inisial MAA (10), seorang siswa kelas V SD yang ditemukan tergantung dengan tali sepatu di kusen pintu rumah neneknya. Peristiwa kedua terjadi di Kabupaten Sukabumi, siswi kelas 2 SMP berinisial AK nekat mengakhiri hidupnya dengan gantung diri di kusen rumah neneknya di Kecamatan Cikembar.
Masih dilansir dari laman yang sama kasus serupa pun terjadi di wilayah Sumatera Barat. Bagindo Evan (15) siswa SMPN 7 Sawahlunto, ditemukan tewas dengan leher terikat dasi yang digantungkan ke kusen jendela di kelasnya pada Selasa, 28/10/2025. Menurut keterangan temannya, saat sedang belajar di laboratorium korban meminta izin untuk keluar, setelah beberapa lama tidak kembali, temannya menemukan Bagindo sudah tidak bernyawa. Berdasarkan penyelidikan yang dilakukan Dinas Pendidikan, tidak ditemukan tindakan perundungan atau kekerasan atas kematian korban.
Dua Minggu sebelumnya kasus bunuh diri di sekolah dilakukan oleh Arif Nofriadi Jefri (15), siswa kelas IX SMPN 2 Sawahlunto. Ia ditemukan terbaring tak bernyawa di ruang OSIS pada Senin malam 06/10/2025 dengan leher terlilit tali pramuka yang terkait pada paku di dinding ruangan. Sebelum kejadian rekannya sempat melihat korban duduk memegang ponsel di teras sambil menangis, setelah itu ia tidak terlihat lagi dan ketika dicari Arif ditemukan sudah tidak bernyawa. Menurut keterangan ibunya, putranya sering mendapatkan masalah setelah menjalin hubungan dengan seorang siswi di sekolahnya dan sering dipanggil guru BK.
Meningkatnya kasus bunuh diri di kalangan pelajar seharusnya menjadi alarm keras bagi dunia pendidikan. Karena hal ini menunjukkan bahwa generasi sedang berada dalam kedaruratan mental, sehingga ketika mereka menghadapi masalah yang dianggapnya pelik, maka solusi pintasnya adalah mengakhiri hidupnya. Mencermati fakta di atas tidak semua kasus bunuh diri disebabkan oleh tindakan bullying, kondisi ini menggambarkan betapa rapuhnya kepribadian remaja. Menurut data kementerian kesehatan yang diperoleh dari program pemeriksaan kesehatan jiwa secara gratis, didapati bahwa lebih dari dua juta anak Indonesia mengalami berbagai bentuk gangguan mental. Oleh karenanya, perlu ada penanganan serius.
Jika dicermati lebih mendalam, kerapuhan mental dan kepribadian remaja mencerminkan lemahnya akidah, sebagai konsekwensi dari penerapan sistem pendidikan sekuler kapitalis, yang tidak dirancang untuk mencetak generasi berkepribadian mulia. Namun hanya sekedar mengejar prestasi fisik dan mengabaikan pengajaran agama hingga tidak memiliki visi-misi peradaban yang besar dan benar. Akhirnya generasi hanya diarahkan untuk mencari solusi praktis, tanpa dibekali oleh pemikiran mendalam dalam menyelesaikan persoalan hidup yang dihadapi mereka. Remaja saat ini mudah putus asa, rapuh dan kehilangan kemampuan untuk bertahan dalam menyelesaikan masalah.
Hal lain yang mempengaruhi permasalahan mental remaja adalah adanya paradigma batas usia yang berkiblat pada pendapat barat, di mana seorang anak akan dianggap dewasa ketika ia sudah berusia 18 tahun. Dengan pemahaman ini sering kali anak yang sudah balig, tidak dididik untuk menyempurnakan akalnya dan masih diperlakukan sebagai anak kecil. Diperparah lagi dengan lemahnya pengawasan terhadap jejaring sosial yang banyak menyediakan berbagai konten-konten negatif termasuk adanya komunitas sharing bunuh diri. Maka tidak sedikit remaja yang terpapar dan terdorong untuk melakukannya.
Hakikat bunuh diri terutama bagi remaja adalah puncak dari gangguan mental yang dipengaruhi oleh berbagai persoalan. Selain beberapa faktor di atas, tingginya kasus ini juga bisa disebabkan oleh masalah ekonomi, konflik keluarga, tuntutan gaya hidup dan sebagainya. Semua penyebab tersebut merupakan faktor non klinis, hasil dari penerapan sistem kapitalisme sekuler, yang berlandaskan materi dan pemisahan aturan agama dari kehidupan. Sehingga gagal mewujudkan generasi kuat dan tangguh. Untuk itu dibutuhkan penerapan sistem yang shahih agar kasus ini terselesaikan, yaitu sistem Islam.
Dalam Islam bunuh diri adalah perbuatan haram. Sebagaimana firman Allah Swt.
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha penyayang kepadamu. Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS. An-Nisa: 29-30)
Negara yang menerapkan sistem Islam akan senantiasa mencegah umat, untuk tidak melakukan berbagai perbuatan yang melanggar aturan Allah. Terkait dengan pencegahan kasus bunuh diri, akan diawali dengan penerapan sistem pendidikan berasaskan akidah Islam di seluruh jenjang pendidikan, begitupun pendidikan dalam keluarga.
Dengan begitu setiap anak akan memiliki kekuatan keimanan, hingga bisa menghadapi seluruh permasalahan hidup yang menimpanya. Karena tujuan dari pendidikan dalam Islam adalah membentuk pola sikap dan pola pikir islami, sehingga terbentuklah pada diri generasi kepribadian mulia, tangguh dan unggul, mampu membedakan mana yang harus dilakukan dan mana yang harus ditinggalkan. Dalam sistem pendidikan Islam, anak-anak pra balig akan diberikan pengajaran yang bisa mematangkan kepribadian dan mendewasakannya. Sehingga ketika mereka sudah baligh diarahkan agar bisa berpikir benar, dalam melakukan setiap perbuatannya dan menyelesaikan permasalahannya. Kurikulum yang diselenggarakan akan memadukan penguatan kepribadian Islam dengan penguasaan kompetensi keilmuan. Maka outputnya adalah generasi yang faqih fii Din juga mahir dalam sains dan teknologi.
Selain itu negara juga akan menerapkan sistem ekonomi Islam, yang berorientasi pada terjaminnya seluruh kebutuhan pokok umat. Dengan demikian faktor-faktor non klinis seperti ekonomi, konflik keluarga, perceraian dan sebagainya akan teratasi. Keluarga akan hidup dengan harmonis, arah kehidupan manusia akan berjalan sebagaimana tujuan penciptaan yaitu taat kepada Allah, dengan menjalankan seluruh perintah dan larangan-Nya. Dengan demikianlah kasus bunuh diri bisa tercegah.
Itulah sedikit gambaran tentang bagaimana syariat mencegah perbuatan haram seperti bunuh diri, karena hakikatnya penerapan Islam dalam sebuah sistem pemerintahan adalah solusi setiap permasalahan kehidupan.
Wallahu a'lam bis shawwab
